Friday 31 December 2010

Thanks 2010!


Those are what I felt, what I saw, what I heard in 2010! happy new year all :)  

Love = not an ambition but full of any expression that can't to described

Disappointed = a feeling when what you do is nothing and stop smiling

Disappear = gone without good bye

Tired = stop doing caused you see it's enough

Hate = we can say bad words when we feel it.

Sadness = a feelings when you can't believe it is real

Satisfied = what do you do is working well

Tears = an expression when you feel nothing, trapped, useless, alone, sad, bad, and feel sorry with your self

Me = no body can be like “me"

Sick = hard feeling to accept

Alone = you feel you're dumped, and useless

Quiet = a situation when there's no anyone can hear you

Sincere = a feeling when you think, “it's fine, it's okay, it's nice to see your smile

Smile = you do that cause of your sincere, expression of happiness and satisfied

Traitors = don't even think a good thing from them. Don't even think you can be friend with them

Bestfriend = do not ever forget about their kindness. Keep them in your mind even if they didn't feel sorry when you feel alone.

Crazy = you feel so oppressed, and feel no body can understand you

Understand = you feel what they feel

Sorry = the only thing in your mind when you see a tears, when somebody tell a pain, when you saw a fake smile

Speechless = “It's done. I'm out"

Proud = the effect of their smile. their smile for you.

Useless = no hope

Miss = hope your missing pieces will be back soon

Kindness = do it without hoping somebody will say thanks

Pain = your mind, your heart, your opinion, your ambition, your spirit, your kindness, your sincere, your self are broken.

Fine = an indifferent feeling

Wonder = hope something from your mind become a reality

Pretend = you will think, “It's the best choice. It must be done. It for us

Boyfriend/girlfriend = someone that you must keep and believe

Reality = the opposite of dreams

Choice = make you confused how to act

Trust = hard to get and do not waste it.

Cheat = you will get what do you want with that. But hurt the other side of yours.

Heart = a very sensitive thing to hurt

Done = it's enough for all

Secret = something that make anybody can't believe it

Happiness = something hard to find and you have to do a sacrifice to get that.

Selfish = the biggest nature characteristic of human being.

Hope = don't stop do this. It builds your passion of life

Beautiful = the other side when you see an ugly thing.

Past = determine future

Meeting = the end of that is separation

Mother = a best thing you ever had. Your treasure. Your angel. Your everything.

Wonderful = such a beautiful and inspire thing

Be single = be free

Life = something that full about you, around you, your past, your dreams, everything

Steadfast = the noble thing when you are in bad condition.

Firmness = love, sure, patient, and believe

Anger = the expression of something you can't accept.

Noble = I just find one person who has this thing. my mom.

Lie = the way to hide the truth

Dreams = the only way to hope

Change = a situation when you're not you anymore.

Spoiled = who has this word is very selfish person

Stupid = the first thing to get smart

Mistake = a way to get sorry in the end

End = time to begin a new life

Together = it always make you smile.

Imagine = a way to get inspiration

Admire = a feeling when something or somebody is so wonderful

Care = you think about what you see and what you hear and looking for “why

Deny = the only way when you can't handle the truth

Desperate = such a desolate things

New Year = doesn't mean make a new life. But make life better.

2011 = looking for solution of 2010


Karena Dia Bukan Dirinya

            Aku sedang dalam perjalanan menuju rumah wanita yang sangat kusayang, Angelina. Kutunggu ia didepan pintu rumahnya sambil menyembunyikan lima tangkai mawar putih dipunggungku. Hari ini adalah hari enam bulannya kami telah bersama. Dan walau sebagian besar teman-temanku menganggap enam bulan adalah waktu yang sangat lama untuk menjalani sebuah hubungan yang disebut “pacaran”, tapi aku sangat menyayanginya. Melebihi menyayangi nyawaku sendiri.

            Untuk dua bulan terakhir ini, aku merasakan sesuatu yang janggal tentang dirinya. Mungkin karena pengaruh satu bulan diluar negeri. Angelina seorang penari balet yang sangat professional. Ia diberikan beasiswa untuk menuntut ilmu tentang bakatnya itu di Paris selama satu bulan.

            Tapi entahlah. Atau mungkin aku saja yang merasakan perubahan dari dirinya. Tapi, tunggu. Seminggu yang lalu Tarin berkata sesuatu padaku.

            “Angelina kok aneh ya? Saat ku ungkit bagaimana kau jalan-jalan bersamanya di Bali, ia tidak mengingatnya. Padahal, ia sangat terangsang banget kalau aku menanyai tentang perjalanan kalian sewaktu PDKT.”

            “Hmm, ntahlah. Mungkin ia sedang sedikit pusing. Jadi tidak terlalu mengingat hal itu. Lagian, itu udah lama banget kan?”

            “Iya sih. Eh, aku baru ingat. Aku melihat sedikit goresan gitu dijidatnya. Selama tiga tahun aku mengenalnya, aku tak pernah melihat goresan itu sebelumnya. Apa kau pernah?”

            “Hah? Goresan? Seperti apa? Seingatku Angelina mempunyai dahi yang terindah yang pernah kulihat.”

            “Heleh. Goresannya itu seperti jahitan. Namun hanya bisa dilihat kalau kau lihat secara jeli. Entahlah Rom, aku merasa sesuatu tak beres dengannya beberapa bulan ini. aku merasa sesuatu perubahan yang besar terhadap dirinya.”

            Aku memikirkan perkataan Tarin itu. Angelina pernah berkata padaku bahwa ia mempunyai luka di pahanya. Lukanya berbentuk petir. Selain itu, ia juga pernah berkata bahwa ia mempunyai tanda lahir di telapak kakinya. Sebuah tahi lalat. Namun ia tak pernah bercerita padaku bahwa ia pernah menjahit dahinya. Ah sudahlah. Mungkin hanya perasaan Tarin saja.

            Angel membuka pintu. Ia mengenakan long dress dengan motif bunga-bunga berwarna ungu muda, sebuah blazer hitam dan sepatu kesukaannya yang sama sekali tidak mengandung high heels. Ia juga mengenakan kalung pemberian dariku. Kalung bergambar dua ekor burung yang sedang berpelukan. Kalung itu serasa berpadu dengan rambutnya yang ikal sebahu. Perfect. 

            “Happy six months darling…”aku memberikan bunga kesukaannya dan mencium keningnya.

            “Makasi Rom Rom ku. Aku bawa ya bunganya?”

            “Sure honey. Anything for you.”kataku sambil tersenyum. Ia tertawa. Oh Tuhan. Betapa manisnya goresan bibirnya itu.

            Setelah berpamitan dan meminta izin pulang malam kepada tuan rumah, kami pergi.

            “Aku mau dibawa kemana yaa?”katanya sambil menoleh kearahku. Sikapnya yang riang itu sama sekali tidak tertutupi oleh penampilannya yang sangat girly.

            “Ayo dong tebak. Biasanya kan kamu pandai nebak.”balasku.

            Ia terdiam sambil mengulum bibirnya. “Aku nyerah Rom. Kamu sih, selalu ngajak aku ketempat yang berbeda-beda.”

            “Haha. Masa ketempat yang sama terus yang? Nanti kamu lihat sendiri ya…”

            Ia pun mengangguk. Berkali-kali Angelku itu menciumi bunga mawar putih yang kuberikan padanya. Aku tak pernah bosan melihat ia melakukan hal itu. Aku pernah bertanya dalam hati. Kapan aku akan jenuh dengan semua yang kulihat dalam diri wanita tersayangku itu? Lalu, apakah aku bisa melepasnya pergi jika saat itu tiba? Dan Tuhan pun menjawabnya. Sampai detik ini, Angelina masih dalam eratku dan mungkin akan selamanya begini.

            Kuparkirkan mobil putihku diantara pepohonan ditaman itu. Kulihat ekspresi Angel saat kubuka pintu mobilnya. Ekspresi terkesan, senang, dan cinta bercampur disana.

            “Bagaimana?”tanyaku.

            “I’m so impress honey! Oh my God! It’s so beautiful…”

            Aku terdiam. Sejenak aku merasa bingung.

            “Dimana ini?”lanjutnya lagi.

            Untuk tiga detik aku diam. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Angel, orang yang selama enam bulan ini bersamaku melupakan tempat yang paling berkesan ini? Hotel ini adalah hotel dimana kami bertemu untuk yang pertama kalinya saat masih duduk dibangku SMP. Aku seakan tak percaya.

            “Kau tak ingat?”aku menekankan pertanyaanku lagi.

            Ia terdiam. Memikirkan sesuatu sambil menunduk. Dan tertawa.

            “Oh Rom Rom ku sayaangg, bagaimana bisa aku lupa dengan tempat ini? tempat yang sangat berkesan untuk kita. Hahaha. Kena kamu”

            Aku mengelus dada. “Kamu ini. Kalau kamu sampai lupa, aku mungkin bisa pingsan say. Ckck.”

            Ia tertawa. Tertawa lepas. Aku harap aku tetap bisa melihat tawanya itu saat umurku senja, kataku dalam hati. Ia menggandeng tanganku erat. Kami beranjak kepinggir pantai hotel. Disana, telah kusiapkan sebuah meja dengan hidangan makan malam, seorang pianis, dan tentunya aku telah mengabarkan kepada pantai agar ia bisa menepati janjinya untuk membuat malam ini begitu spesial.

            Kutatap mata pacarku dalam. Ia menganga lebar. Terkesima sepertinya. Aku tersenyum. Dan disaat itulah aku berlutut didepannya, memegang sepuluh jari-jarinya yang mungil, dan berkata lembut.

            “Angelku sayang. Sudah enam bulan berlalu kita menghantam ombak. Dan sekarang, kita malah terkapar di pantai penuh cinta. Namun, asal kamu tahu. Cinta seisi pantai itu, kupersembahkan hanya untukmu. Dan sekarang, dengan seluruh kasih yang aku punya, dengan seluruh cinta yang kugenggam, apakah kau bersedia, untuk menjadi pendampingku hingga maut memisahkan kita kelak?”

            Ia terpaku. Matanya berlinang. Namun aku tak melihat senyum indahnya. Ia melepas genggamanku. Matanya menangis. Oh Tuhan. Jangan kau biarkan pipi lembutnya itu penuh dengan cucuran air mata. Aku tak tega…

            “Maaf Romi. Aku tak bisa…”

            Seketika aku berdiri. Kedua tangannya menutupi wajahnya. Ia terisak. Aku semakin tak kuat melihatnya. Kudekap penuh tubuhnya.

            “Kenapa sayang? It's fine if you can't answer it right now.”kataku.

            Ia melepaskan tubuhnya dari tubuhku. Sungguh. Aku tak mau melihat itu. Pipinya yang basah, matanya yang merah dan berair. Kali ini aku benar-benar kecewa dengan diriku sendiri. Rasanya aku ingin terjun ke laut karna telah membuatnya sebegitu kecewa dengan keputusanku. Dan karna aku telah bersumpah dalam hidupku. Aku takkan rela dan takkan mungkin membuatnya menangis. Namun sekarang? Aku benar-benar ingin menusuk diriku sendiri.

            “Please don’t. Aku tak kuat melihat tangisanmu sayang… Maaf atas kesalahanku. Aku berjanji takkan membuatmu begini lagi. Tolonglah Angel, demi aku. Tolong jangan menangis…”

            Ia menangis kuat. Tuhan, ampuni aku karna telah membuatnya begini.

            “Maaf Romi. Aku bukan Angelmu…”

            Untuk beberapa menit, ia berlari jauh meninggalkanku. Jauh… walau ia masih dalam pengheliatanku, tapi sepertinya aku tak bisa melihatnya lagi.



            Kucoba mengejarnya, tapi terlambat. Taxi telah menjemputnya lebih dahulu. Kutinggalkan malam indahku dipantai itu demi mengejar mimpiku. Angelku, kenapa kau? Kenapa kau tiba-tiba begini sayang?

            Aku coba untuk menelponnya, tapi ia dengan sengaja mematikan ponselnya. Aku bingung. Apa yang harus kulakukan sekarang? Ku berusaha mengejar taxi yang ditumpanginya. Tapi percuma. Taxi itu menghilang. Dan akhirnya akupun tiba didepan rumahnya. Secepat kilat kugedor pintu rumahnya. Namun kali ini aku kecewa. Kecewa yang mendalam. Panik. Sekaligus marah. Ayahnya mengatakan bahwa ia belum pulang. Tuhan, dimana Angelku? Berilah petunjukMu…

           

            Kuberusaha mencari pujaan hati. Namun kepanikanmu tak kunjung usai. Untungnya Tarin membantuku.

            “Tenang Romi. Udah. Kau sedang kacau sekarang. Aku tak bisa membiarkanmu mengemudi. Biar aku saja yang menyetir. Kita pasti mendapatkannya.”

            Berpuluh-puluh kali kami mengitari kota itu. Namun tak mendapat jawaban. Kali ini aku marah. Benar-benar marah.

            “AAARRGGHHH !!!!!!”       

            Tarin terkejut. Aku mulai menangis. Bodoh-bodoh bodoh!!!! Teriakku dalam hati.  Tarin menepi.

            “Sudah Romi, Tuhan pasti memberi kita petunjuk. Sabar duluu…”

            “Tidak! Ini semua karena aku. Aku memang bodoh! Aku terlalu terburu-buru melamarnya hingga dia ketakutan dan menghilang. Aku takkan bisa memaafkan diriku sendiri Tarin!”

            “Tapi semua ini juga bukan salahmu…”

            Handphone ku berdering. Kakakku Ragi menelpon.

            “Rom, Angel lagi dikuburan. Lebih baik kamu kesini sekarang.”

            Tanpa berpikir panjang, aku langsung menyuruh Tarin menyetir mobil dengan kecepatan penuh menuju kuburan itu. Angel, sedang apa kamu disana? Apa kamu  baik-baik saja?

            Setibanya disana, kulihat Kak Ragi menangis.

            Ada apa ??! Dimana Angel ??!!”

            “Jangan! Dia bukan Angelmu! Kau tak berhak untuk berhubungan dengannya lagi!”

            “Apa maksudmu ????!!!! Aku harus menemuinya sekarang!”

            Kakiku berlari cepat menelusuri jalan beraspal dengan lampu kuning ditepinya. Kulihat sekelilingku. Mataku tertuju pada seorang gadis yang sedang duduk menangis diatas sebuah kuburan.

            “Angel! Oh My God, sedang apa kamu disini sayang? Maafkan aku, aku yang salah, mohon maafkan aku…”

            Aku memeluknya erat. Kurasakan kelegaan yang luar biasa. Tak akan kulepas dirinya dari pelukanku. Tak akan!

            “Romi, aku bukan Angelmu… Angelmu telah meninggal…”

            “Apa yang kau katakan sayang…”

            Kulihat batu nisan didepanku. Aku terpaku. Diam. Kulepas wanita itu dari pelukanku. Aku seakan tertusuk panah-panah yang tajam menghunus jantungku. Punggungku terasa tercambuk dengan beribu tali. Tertulis di batu nisan itu. Angelina Megani Yahya.

            “Tak mungkin. Kau tak mungkin pergi sayang. Kau didepan mataku sekarang…”

            “Romi, biar aku jelaskan…”

            Tubuhku tiba-tiba lemah. Mataku tertutup sudah. Aku pingsan disana.    



            Aku terbaring dikamarku sekarang. Matahari telah terbit. Kucoba mengingat apa yang terjadi padaku semalam. Seketika itu aku berlari keluar, mengambil kunci mobil dan… langkahku terhenti ketika kulihat ruang tamu yang ramai dengan keluargaku dan keluarga Angel. Kulihat mamaku dan mama Angel menangis. Apa-apaan ini?

            “Tante, dimana Angel? Kenapa tante menangis?”

            Ia terdiam. Semakin menangis. Apa sungguh tak mengerti. Namun dipikiranku sekarang hanya Angel. Hanya dia.

            “Romi anakku, Angelina sudah meninggal. Ia telah pergi…”

            Aku kesal. Benar-benar kesal. Apa maksud mereka mengatakan hal itu? Sedangkan selama ini aku bersamanya. Mengerjakan semua hal bersamanya dan tertawa. Aku masih bisa merasakan bagaimana aku menggenggam tangannya yang lembut. Dan bayangan senyumnya yang indah itu masih ada dikepalaku. Bahkan, aku masih bersamanya semalam.

            “Apa maksud mama??! Aku masih bersamanya semalam…”

            Aku bingung. Benar-benar bingung. Lalu papa Angel menghampiriku. Memberiku sebuah kotak yang cukup besar. Ia memukul pundakku.

            “Masuklah kekamarmu. Lihat semua benda didalamnya. Lalu kau akan mengerti…”

            Aku masih bingung. Tapi kakiku menurut perkataannya. Aku kembali ke kamarku lagi, walau hatiku berteriak ingin menemui Angelku sekarang. Dimana dia? Apa dia masih menangis? Apa dia baik-baik saja? Oh Angel, maafkan aku karna tak bisa disampingmu sekarang.

            Kubuka kotak itu. kulihat semua yang ada didalamnya. Boneka pinokio kecil, sebuah buku harian, liontin, dan bola kaca yang didalamnya terdapat foto kami berdua. Semua itu adalah barang-barang yang aku berikan padanya.Aku masih ingat, saat ia berulang tahun ke lima belas, dan aku bingung ingin memberinya apa. Dan akhirnya, mataku tertuju pada boneka pinokio yang ada disebuah toko mainan dan ia sangat senang sekali saat aku memeberika boneka itu. Aku juga masih ingat liontin yang aku berikan padanya saat hubungan kami beranjak tiga bulan. Dan bola salju itu. Hadiah yang kuberikan padanya saat kami berada dipuncak berdua. Foto itu menggambarkan bagaimana kami saling menyayangi.

            Kubuka buku harian yang tersimpan dengan baik di kotak itu. kubuka lembar demi lembar halaman didalamnya. Semua tulisan tangannya. Dan semuanya berisi tentang diriku. Aku tersenyum ketika membaca isi buku diary itu. Angel menamai buku hariannya dengan nama kecilku, little Omi. Aku sedikit tertawa. Sungguh, aku merasakan kehadirannya disini.
            Dear my little Omi,

      Penyakitku sudah diambang kematian sekarang. Aku bisa merasakannya. Merasakan betapa sakitnya aku harus berbohong kepada Romi sayangku tentang rahasia ini. Dan bagaimana sakitnya aku harus menyembunyikan darah yang keluar dari mulutku setiap hari. Kata dokter, umurku tinggal beberapa hari lagi. Namun, aku bisa merasakan malaikat maut menungguku disana. Walau tinggal beberapa hari lagi, tapi aku masih ingin berada di sini. Paris. Tempat dimana aku bebas bertukar rahasia dengan sahabat kecilku Christy. Hanya ia satu-satunya yang bisa kupercaya untuk memegang rahasia gelapku ini. Dan aku masih ingin berada jauh dari Romi. Bukan karena aku tidak menyayanginya lagi, tapi karna aku takkan bisa melihat ia sedih ketika aku pergi nanti. Aku juga takkan kuat melihat kesedihan orang tuaku, dan melihat hilangnya keceriaan aku bersama Tarin nanti. Aku masih ingin disini. Menanti hari-hariku ketika aku benar-benar jauh dari Romi

                                              

            Sedikit demi sedikit, tetes demi tetes jatuh dari mataku. Dan aku benar-benar tak bisa menahan tangisanku ketika aku membaca lembar terakhir di buku itu.
            Dear my little Omi,

      Romiku sayang, apa kabar kamu disana? Semoga baik-baik saja ya. Aku harap, senyummu dan kata-kata romantismu yang setiap hari menyemangatiku takkan pernah hilang bersama dengan jiwaku nanti.

      Romi, andai kau baca buku harian terakhirku ini, aku hanya ingin kau tahu. Ini semua karna kemauanku. Ini semua juga bukan salahmu. Ini semua juga bukan salah Tuhan. Tapi ini semua, karna takdirku. Maaf jika selama ini aku berusaha menutup-nutupi kankerku. Dan aku tak pernah memeberitahumu. Maaf Romi, aku tak mau membuatmu kecewa

      Ingat kan dengan janji kita? Aku masih inget loh. Kita berdua meneriaki sebuah kalimat pendek tapi bermakna dihidupku. Diatas puncak, tempat kau selalu memberikanku bunga mawar putihmu padaku. Kita berdua bersama-sama teriak “kami berjanji akan saling memiliki dan menyayangi hingga akhir nanti”

      Aku masih ingat janji itu Romi. Dan walau kematianku akan menghalangi janji kita, tapi aku telah menyiapkan rencana untukmu. Malaikatmu bukan aku lagi sayang ia akan datang ketempatmu nanti.

      Romi, aku harap, dengan kepergianku, kau takkan melupakanku. Melupakan kebersamaan kita, melupakan bagaimana kau mencium keningku setiap malam, melupakan bagaimana kau merangkai kata-kata dewamu untukku, dan melupakan janji kita.

      Romi, mungkin saat kau membaca seluruh isi hatiku ini, aku telah tiada. Maksudku, aku telah bersama sang Pencipta disana. Asal kau tahu, walau jiwaku lenyap, aku akan terus tersenyum mengintipmu dari atas sana.

      Romi, ingat janji kita. Aku takkan pergi. Akan ada seseorang yang menggantiku nanti. Kamu yang sabar ya sayang..

                                             
   Aku terbaring lemah. Mataku tak berhenti menangis. Pikiranku tak berhenti membayangi wajahnya. Kulihat sebuah surat yang tersembunyi didalam buku harian itu. surat itulah yang menjelaskan semuanya. Semuanya. Semua hal tentang diri Angel yang bukan dirinya…
            hmm, aku bukan Angelmu. Tapi aku berusaha semampuku untuk menjadi Angelmu. Angelina telah menyelamatkanku. Ia mendonorkan hatinya untukku sebelum ia meninggal. Ia menghidap kanker otak yang takkan mungkin dihindari lagi. Jujur Rom, awalnya aku melarangnya berbuat begitu. Tapi ia berkata, lebih baik kuserahkan hatiku untuk teman kecilku dari pada membiarkannya membusuk dibawah tanah ketika jiwaku pergi nanti.
     Dan karena ia, aku masih bisa bernafas hingga sekarang. Dan karena kebaikannya itu, aku berjanji akan menggantikan posisinya dihidupmu. Tapi Romi, janjiku itu, kulakukan karena permintaannya. Angel menyuruhku untuk menjadi malaikatmu. Dan dari situ, aku melakukan operasi untuk mengubah seluruh ragaku menjadi raganya.
     Aku tahu, kau akan marah. Dan aku tahu, semua ini akan terbongkar nanti. Maaf Romi, semua ini untuk Angel. Dan untukmu. Christy. 
                                        

    Tiga minggu semenjak kejadian itu, aku mengalami depresi yang mendalam. Setiap hari, aku hanya makan satu kali. Setiap malam, kumenangis sambil memeluk boneka pinokio milik Angel. Tuhan, apa yang harus kulakukan sekarang? Malam ini adalah malam ke 21 semenjak saat terakhir aku bersama dengan mlaikatku yang ternyata bukan Angel.
            Aku lemah tanpamu sayang, aku tak pernah bisa konsentrasi belajar hingga papa menyuruhku untuk home schooling. Tapi percuma, setiap kubuka buku yang ada hanya gambarmu. Angel, mungkin kau akan tersenyum dari balik awan sana setiap melihatku. Tapi hatiku akan teriris setiap detik jika aku mengingatmu.
            Malam itu juga. Malam bertaburan bintang. Kuberbaring diatas tempat tidurku sambil memeluk bonekanya. Mencoba terlelap di malam kelamku. Berharap Angel akan datang menemuiku.
            “Romi sayang…”
            Sebuah suara terngiang ditelingaku. Aku menoleh dan terkesima. Kulihat Angelina dihadapanku. Ia memakai dress putih nan elegan.
            “Angel…”
            Aku memeluknya. Hangat. Angel dihadapanku sekarang. Kulihat matanya, kusentuh bibirnya, kuyakinkan diriku bahwa ini nyata. Angel ada dihadapanku. Tuhan, terimakasih…
            Ia melihatku. Tersenyum. Kucium keningnya.
            “Angel, darimana saja kau sayang? Aku menunggumu disini, dan akhirnya kau datang. Kau tahu, aku merasa aku disurga bersamamu sekarang sambil memakai baju bumiku.”
            Ia tertawa lalu menggenggam tanganku. “Yuk ikut aku.”katanya.
            Kami berbincang sambil berjalan melewati pohon-pohon yang indah menghiasi setiap langkah kami. Lalu aku dan dirinya duduk disebuah bangku yang menghadap laut dan matahari yang akan terbenam.
            “Romi, aku akan menemanimu sebentar sebelum matahari itu tenggelam. Sebelumnya, aku ingin kau berjanji sesuatu padaku.”
            “Apa sayang? Aku akan lakukan apapun demi dirimu...”
            Ia mengelus pipiku. “Aku bahagia jika kau bahagia Romi. Namun untuk tiga minggu ini aku menangis melihat kau tidak seperti yang dulu lagi. Aku ingin kau berjanji akan selalu menjadi dirimu yang ceria setiap bersamaku dan berjanji akan bahagia bersama malaikat barumu.”
            “Tapi sahabatmu Christy bukan malaikatku…”
            “Romi, berjanjilah. Aku hanya ingin kau bahagia. Christy yang akan menggantiku untuk memenuhi janji kita. Aku hanya ingin kau bahagia Romi. Asal kau tahu, ia sudah seperti diriku. Ia memahamimu sepenuhnya. Dan ia mencintaimu sama seperti aku mencintaimu. Ia sudah menepati janjinya padaku. Namun jahatnya diriku karna membiarkannya sedih karna kau. Romi, aku mohon. Demi diriku. Tolong kau sayangi dia. Anggap dia sebagai diriku. Anggap dia sebagai malaikatmu.”
            Aku terdiam. Aku tak kuat melihat tatapan matanya yang lembut memelas kepadaku. Demi apapun juga, aku hanya mau Angelina sebagai malaikatku. Bukan Christy…
            “Jika kau berjanji akan melakukan apa yang kupinta, aku akan berjanji takkan menangis lagi disini. Kau ingat kan dengan sumpahmu yang takkan membuatku menangis? Romi, katakanlah. Katakan bahwa kau akan berjanji melakukannya…”
            Aku mencium keningnya. Setetes air mataku keluar. “Aku janji. Semua demi dirimu…”
            Ia tersenyum. Kami berpelukan. Lama sekali. Hingga kudengar Angel membisikkan sesuatu padaku, “Aku mencintaimu Romi, sama seperti dirinya mencintaimu…”

Perjalanan cinta Avanda

           Hai. Namaku Avanda Nindya Tasya. Aku duduk di bangku SMA kelas sebelas jurusan IPS. Aku mau curhat nih. Aku sedang suka dengan seorang lelaki anak IPA, kelas dua belas, Tio Herdinata. Anaknya gak terlalu cakep, tapi manis di mataku. Tio cowok berkacamata, tinggi, sawo matang, dan pintar dalam bidang basket.
            Tio yang biasanya kupanggil “kak”, orangnya cuek banget. Bangeeeeeettttt!!! Pernah kusapa disuatu pagi. Kupanggil namanya, “Kak Tio…”. Dia hanya menoleh, tersenyum sedikit. Eh lebih tepatnya SECUIL, lalu ia pergi. Dan di perpustakaan. Aku pernah gak sengaja menjatuhkan buku, eh Kak Tio lewat. Aku hanya memandangnya, dan dia pun begitu. Aku harap ia menolongku mengemasi buku-buku itu. Eh, dia hanya lewat meninggalkan diriku bekerja sendiri. Susah banget deh deketin dia.
            “Jaaahh. Kak Tio kan terkenal karena cueknya itu. Udahlah, cowok seperti dia kok masih diharapkan sih. Tinggalin aja…”
            Nita nih gak tau ya rasanya menyukai cowok bagaimana? Seandainya, kamu sebagai cewek, menyukai seorang cowok. Apa yang kamu lakukan? Kalau aku sih melihatnya terus sepanjang jam istirahat, menungguinya bermain basket, tersenyum kepadanya saat ia melihatku, dan lain-lain.
            Aku geleng-geleng kepala. “Setidaknya, aku bisa mencapai targetku. Smsan sama dia. Bantuin aku dong Nit…”
            “Yaelah. Bantuin gimana Da? Aku aja gak kenal dia. Gimana sih kamu?”
            Aku berfikir sejenak. “Tapi, sepupumu, si Adi itu, deket kan sama Kak Tio?”
            Nita terdiam. “Iya. Memang. Terus? Rencana kamu apa?”
            Aku tersenyum lepas. Kubisikkan rencanaku padanya. Untuk permulaan…
            “HAH?? Nekat kamu!”
            “Plis dong Nit. Aku rela deh ditimpuk bola basket sama sepupu kamu itu. Sepupu kamu itu pandai main basket juga kan?”
            “Iya, tapi kalau kamu pingsan beneran gimana?”
            “Bagus dong! Aku semakin diperhatikan sama Kak Tio. Ya kan?”
            Nita geleng-geleng kepala. “Aku gak mau tanggung resikonya.”
           
            Jam istirahat pun tiba. Nita pergi ketempat sepupunya itu. lalu kembali lagi ketempatku.
            “Udah?”tanyaku.
            “Udah. Ya ampun. Kamu rela abisin uang jajan kamu tiga puluh ribu hari ini demi bayar Adi? Dia geleng-geleng kepala tau gak? Apalagi, dia sedikit gak tega. Kamu tau kan si Adi itu pernah suka kamu? Dan mungkin sampai sekrang dia masih suka kamu.”
            “Trus, kenapa dia mau lakukan rencana aku?”
            “Aku bilang aja yang sejujurnya. Terus dia agak gak suka gitu sih. Tapi akhir-akhirnya dia bilang iya. Demi kamu katanya.”
            “Aneh banget sih. Suka sama aku, tapi mau nyakitin aku. Tapi gak apa-apa deh. Jika mau mendapatkan sesuatu, mesti mengorbankan sesuatu juga.”
            Nita geleng-geleng kepala lagi. “Terserah kamu deh Vanda...”
            Dan para pemain basket pun memasuki lapangan. Yap. Ada Kak Tio. Semoga berjalan lancar!
            Aku duduk dipinggir lapangan. Kali ini  sendirian, tidak bersama dengan Nita. Sambil berpura-pura membaca buku Sejarah dan menghabiskan cokelat Beng-Bengku. Duh. Kok tiba-tiba deg-degan sih? Hmm, caraku ini norak gak sih? Apa aku batalkan saja ya? Aku tiba-tiba takut nih. Takut kalau Kak Tio malah meninggalkanku sendirian saat aku terjatuh nanti. Bikin malu itu namanya! Apalgi di lapangan basket.  Kulihat Adi. Dia sepertinya juga sibuk bermain basket. Namun, aku masih menunggu. Kututup buku Sejarah, dan kulihat ia bermain bola dengan lihainya. Dan, nihil, dia masih belum melihatku. Huft. Ya sudah deh. Aku lebih baik pergi aja…
            BRUUUKKK.
            “AUU!!!”. Kepalaku sakit banget. Aduh kok kepalaku berat banget? Eh kok aku gak bisa lihat?

           
            Aku terbangun di tempat yang empuk. “Duuhh”lirihku.
            “Masih sakit?”
            Aku ternganga. Kak Tio? Waahh. Sepertinya rencana aku berjalan lancar tadi. Baguslah. Terima kasih ya Adi. Hihi. Sumpah, seneng banget bisa sedekat ini sama Kak Tio!!
            “Hmm, lumayan kak…”jawabku dengan sedikit tersenyum.
            Ia mengelus dada. “Syukurlah.”
            “Hmm, tadi aku kenapa kak?”tanyaku pura-pura tidak tahu.
            “Kena bola basket. Maaf, tadi aku yang lempar bolanya. Gak sengaja kena kepala kamu.”jawabnya singkat, padat dan cepat. Walaupun ia minta maaf, tapi aku gak ada lihat wajah bersalahnya. Dasar cowok cuek. Sabar Vanda.... Positif thinking aja. Walaupun cuek, tapi dia mau nungguin aku di UKS. Baik ya dia. Senangnyaaa…
            “Ohh. Gitu.”aku berusaha menyembunyikan rasa senangku. Sambil mengelus-ngelus kepalaku mencoba membuat dia sedikit khawatir. Eh, ternyata tidak. Dia malah meletakkan botol Aqua yang masih penuh didepanku. Lalu pergi.
            “Ehh, ini air siapa kak?”teriakku saat ia beranjak pergi.
            “Udah, minum aja.”
            Dan dia benar-benar pergi. Tanpa mengucapkan maaf, ataupun pamit. Sumpah! Ni cowok bener-bener keterlaluan. Eh, tunggu. Kok yang lempar Kak Tio sih? Bukan Adi? Kalau Adi yang lempar sih gak apa-apa. Ini? Malah Kak Tio. Udah dia yang ngelempar aku pake bola basket, eh dia gak ada ngerasa bersalah lagi. Sebel! Tapi, dia perhatian juga sih tadi. Nanyain kepala aku masih sakit apa enggak. Akupun senyum-senyum sendiri.

            “Hmm, misterius banget ya targetmu itu.”kata Nita setelah kuceritakan apa yang terjadi padanya.
            “Entahlah. Tapi walaupun dia agak jahat, aku enggak bisa ngilangin perasaan suka aku ke dia. Eh, Adi mana? Tahu gak, yang lemparin bola basket tuh Kak Tio, bukan Adi.”
            “Ohh. Hmm, sebenarnya Nda, Adi itu gak tega sama kamu. Pas aku ke kantin, Adi ngembaliin uang kamu. Katanya dia gak butuh. Aku juga gak ngerti. Tapi pas aku cari-cari kamu ada dimana, kata Lisa kamu di UKS. Aku kira dia gak tega karena ngambil uang jajan kamu…”
            Hmm, pantaslah, pikirku. Kuambil uang jajanku yang ditolak Adi itu. Sampai sekarang dia gak bisa menghilangkan rasa sukanya ke aku ya? Aku jadi merasa bersalah. Kau tahu maksudku kan? Begini. Kau suka dengan seseorang yang sangat dekat dengan orang yang menyukaimu. Dan pasti kau juga merasakan bagaimana kecewanya orang yang menyukaimu itu saat tahu kau sedang menyukai teman dekatnya. Awalnya ku pikir sangat bagus kalau Adi tahu yang sebenarnya. Sehingga ia bisa menghilangkan perasaannya terhadapku dengan begitu mudahnya. Tapi, kau lihat sendiri kan? Aku jadi merasa aku adalah orang yang terjahat di dunia. Padahal, Adi tidak pernah berbuat kasar ataupun menghindariku. Dia selalu baik terhadapku. Huft. Maafkan aku Adi…

            Bel pun berbunyi. Waktunya pulang sekarang. Namun aku berbalik arah dari arah rumahku. Aku sengaja membuntuti Kak Tio. Aku penasaran tentang keberadaan rumahnya. Kata Nita, Nita pernah melihat Kak Tio memasuki sebuah rumah yang besaaaarrrr banget yang gak jauh dari sekolah. Maka dari itu, Kak Tio selalu jalan kaki setiap pergi ataupun pulang sekolah.
            Setelah memberitahu ojek langgananku agar tidak menjemputku, aku langsung bersembunyi di balik pohon mangga depan sekolah. Ku dapati Kak Tio sedang membeli air kelapa disana. Setelah itu ia pergi.
            Aku berjarak sekitar 5 meter darinya. Untuk beberapa kali ia melihat kebelakang, namun aku selalu berhasil bersembunyi. Hihi. Sudah delapan menit kuikuti langkahnya. Capek juga. Rumahnya yang mana sih?
            Kali ini ia menyebrangi jalan yang cukup lebar namun sepi. Untungnya bukan jalan raya. Aku paling tidak pandai dalam hal menyebrang. Selalunya yang membantuku menyebrang adalah mama, atau Kak Gina dan Nita.
            Teeeeeeetttt !!! Teeeeetttt !!!!
            “Auwww!”
            Aku tersungkur. Aduuhh, sakit! Sepeda motor yang menabrakku itu malah pergi. “Aduuh”lirihku. Kakiku dan tanganku lecet. Aku rasa aku ditabrak dari belakang deh. Ah! Sial! Disekolah dilempar bola basket, sekarang ditabrak tukang ojek. Huh!
            “Kamu gak apa-apa?”
            Aku sedikit terkejut. Mampus! Kak Tio! Hancur sudah. Kucoba untuk menutupi luka lecetku itu. Aduh, luka lecetnya lumayan gede lagi. sakit banget pula. Aku pun menggeleng.
            Ia membantuku berdiri dan membawaku kepinggir jalan dan kami duduk bangku yang tak jauh dari tempatku ditabarak tadi.
            “Kamu gak bisa pulang sendiri.”
            “Eh, bisa kok kak. Bisa bisaa…”
            “Memang rumahmu dimana? Aku jarang melihatmu disekitar sini.”
            Deg. Bagaimana ini?
            “Hmm, anu, tadi mama suruh ke rumah tante. Rumah tanteku disekitar sini kak…”kucoba mengingat-ingat nama jalan yang kulalui dari tadi. ”….di jalan cempedak…”
            “Jalan cempedak? Kan udah lewat?”
            Iya ya! Aduh bego! “Hmm, tante saya ternyata gak ada dirumah kak. Terus… saya…. Saya lupa jalan pulang. Aduh, sakitt…”lirihku pelan.
            Ia membetulkan kacamatanya. Merogoh tasnya, dan ia mengambil botol yang berisi air putih dan tisu. Setelah ia basahi tisunya, ia bersihkan luka di lututku.
            “Aww aww…”lirihku lagi.
            Ia mendongak. “Ini, bersihkan sendiri.”
            Ia memberikan tisu basahnya. Aduh, perih nih. Lirihku dalam hari. Tapi… gak apa-apa deh, ada hikmahnya juga ditabrak sama tukang ojek sialan itu. Dua kali ditolong sama Kak Tio hari ini… Mimpi apa sih aku tadi malam? Hihi. 
            Kutiup lukaku itu. Masih terasa perihnya. Aduh, mama bisa marah nih kalau liat lukaku. Aku juga gak tau bagaimana caraku untuk pulang kerumah sekarang. Bagaimana ini? Jalanan pun sepi. Ojek terakhir yang lewat jalan ini hanyalah ojek yang menabrakku tadi. Atau aku telefon aja ya ojek langgananku? Tapi aku tidak tahu aku berada dimana. Lagian, masa aku tanya Kak Tio aku berada dimana? Kan tadi aku bilangnya kerumah tante. Impossible banget gak tahu ini jalan apa.
            Hening. Hening untuk sekitar dua puluh menit. Aku sama sekali terdiam sekarang. Tidak tahu apa yang mesti aku ucapkan atau yang mesti aku lakukan.
            “Jadi?”
            Hmm maksudnya? Kupasang raut wajah membingungkan. Kak Tio ngomong apa sih? eh, loh, kok dia ketawa?
            “Hahaha. Lucu.”
            “Lucu?” aku benar-benar bingung.
            “iya, muka kamu lucu banget kalau lagi gak ngerti. Hmm, maksudku, jadi kamu pulang gimana?”
            “Gak tauu…”bisikku.
            “Kenapa?”
            “Eh, hmm samaa…”
            “Biar kuantar. Rumahmu dimna?”
            “Sukarno Hatta kak.”
            “Ohhh. Tunggu disini.”
            Aku mengangguk. Baik banget kakak ini. walaupun ia tertawa, tapi kegagahannya tetap ada. Dan sekarang, dia NGATERIN AKU PULAAAAANGGG !!!! OMG. Baiiikk banget diaaa….
            Dan ternyata rumahnya tuh hanya lima meter dari tempat aku duduk. Dan benar. Rumahnya mirip istana! Temboknya tinggi, sekitar dua meter, rumahnya bertingkat dan halamannya luas, berwarna cokelat, dan mobil berjejer digarasi. Sumpah. Menandingi istana presiden mungkin. Gedeeeee banget! Pernah lihat hotel berbintang lima? Nah rumah Kak Tio seperti hotel berbintang tiga. Bayangkan saja sebesar apa rumahnya.
            Sebuah mobil sport berhenti didepanku. Kak Tio turun dari sana. Masih mengenakan seragam sekolah, namun tidak dengan sepatu, melainkan sandal jepit. Aku pernah melihat iklan mobil sport ini. kira-kira mobilnya seharga delapan miliyar! Tajir banget sih nih orang… Eits, jangan bilang aku buta akan hartanya ya, aku hanya kaget. Dari penampilannya yang sangat sederhana, ternyata dia anak seorang pejabat. Ckckck.
            Ia mngulurkan tangannya. “Sini…”
            Aku mencoba berdiri, dan merangkulnya. Tahukan rasanya sehabis ditabrak orang dan mendapati luka lecet saat berdiri? Nyeriii banget.
            Ia merangkulku perlahan memasuki mobil. Dan kami pun pergi.
            “Hmm, makasih ya kak sudah menolongku hari ini.”
            “Iya, sama-sama. Lain kali nyebrang itu hati-hati…”
            “Hmm, iya kak. tadi sedikit melamun aja.”
            “Kelas berapa kamu dek?”
            “Kelas sebelas kak…”
            Dan sepanjang perjalanan kami tak henti-hentinya mengobrol. Dari topik bagaimana perasaanku saat awal masuk SMA Gempita hingga bagaimana ia bisa menjadi pemain basket yang hebat dikelasnya. Dan hilanglah prasangkaku tetang dirinya bahwa ia adalah orang yang sangat sangat sangat cuek. Ternyata Kak Tio itu orangnya asyik banget. Gak jaim, tapi sopan. Dan dia punya selera humor juga.
            “Kak, kakak nyadar gak sih kalau kakak itu cuek banget?”
            “Hah? Masa? Hmm, lumayan ngerasa sih. banyak yang menjauh sekarang.”
            “Loh, kenapa?”
            “Entahlah. Bahkan gak cuma sekali atau dua kali kakak denger orang-orang bilang kakak sombong. Mungkin karena penampilan kali ya…”
            “Hmm, mungkin. Kak, ini rumahku.”
            Mobilpun menepi. Ia turun dari mobil dan membuka pintu mobil untukku. Aku serasa puteri! Kuberusaha untuk menahan rasa senangku itu. Tapi gak bisa. Tiap detik aku selalu tersenyum.
            Ia mengantarku masuk kedalam rumah. Untuk sejenak, ia seperti mencari sesuatu.
            “Mana mamamu?”tanyanya.
            “Lagi kerja kak.”
            Ia mengangguk. “Terus yang ada dirumah siapa?”
            Kak Gina tiba-tiba keluar dari kamar. Untuk beberapa detik dia melongo. Haha. Pasti dia terkejut aku bisa membawa cowok sekeren Kak Tio ke rumah.
            “Kamu kenapa Nda?”Tanya Kak Gina.
            “Ditabrak kak…”
            “Hah? hmm makasih ya udah nganterin Avanda pulang…”dengan ramahnya Kak Gina tersenyum.
            Kulihat Kak Tio juga agak sedikit kaget dengan senyumannya Kak Gina. Lalu dengan gagapnya ia berkata, “Iya, sama-sama.”
           
            Semenjak kejadian itu, aku jadi lebih dekat sama Kak Tio. Tak jarang ia selalu mampir ke kelasku untuk mengajakku ke kantin, dan mengantarkanku pulang ke rumah. Dan gak heran, satu sekolahku melirik aku dan Kak Tio. Aku juga jadi sering salting sih dilihatin dengan mata-mata yang… hmm, you know right? Bagaimana pandanganmu terhadap cewek yang dekat dengan cowok yang terkenal karena keahlian basketnya dimana cowok tersebut dimata-matai oleh banyak wanita?
           Satu dampak negative yang aku dapatkan. Adi jadi makin menjauh dariku. Aku tidak tahu mengapa, tapi sepertinya ia kurang menyukai hubunganku dengan Kak Tio. Ya, walaupun kami masih sebatas teman, tapi aku menginginkan kami bisa lebih dari itu. Hihi.
            “Hey!”
            Aku tersentak kaget seketika orang yang sedang kupikirkan itu menghampiriku. “Kakak bikin aku kaget saja.”
            “Hehe. Ntar pulang bareng ya.”katanya.
            “Oke deh. Tungguin adik ya didepan.”lanjutku.
            “Sip. Kakak pergi dulu ya, tadi mampir cuma karena pengen pulang bareng aja.”
            Aku mengangguk kencang. Ia pun pergi dengan meninggalkan sebuah senyuman termanisnya itu.
            Aku yang sedari tadi duduk dan senyam senyum sendiri, sedikit merasa risih dengan tatapan Nita yang dari tadi juga duduk disebalahku.
            “Kenapa?”tanyaku.
            “Hm, heran saja.”katanya.
            “Heran kenapa?”
            “Hmm, begini.” Ia meletakkan buku catatan biologinya dan menarik nafas sejenak. “Sudah lebih dari delapan kali Kak Tio mengajakmu pulang bareng. Dan kau juga sangat dekat dengannya. Tapi, kau masih belum bisa memenuhi targetmu untuk bisa smsan sama dia. Ya, maksudku dia mungkin terbuka denganmu. Tapi, apa bukan suatu kecurigaan kalau dia masih belum memberi sinyal kepadamu?”
            Aku berpikir sejenak. “Menurutmu aku harus bagaimana?”
            “Entahlah. Mungkin kau perlu menunggu. Barang kali sepulang sekolah hari ini, ia menembakmu.”
            Ucapan Nita yang terakhir itu benar-benar membuatku anganku jauh tinggi melayang. He will? Pikirku. Ku harap begitu.
           
            Aku masih terus memikirkan ucapan Nita saat istirahat tadi. Benar juga sih. Tapi aku tidak pernah jenuh menunggu kak Tio untuk menembakku. Dan, aku juga senang dengan hubunganku dengan Kak Tio sekarang. sebuah mobil jaguar tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Jendela kaca itu terbuka. Yap. Kak Tio duduk di bangku setir mobil itu. “Masuk.”katanya.
            Aku menurut. Tanpa pikir panjang, Kak Tio langsung mengendarai mobilnya menuju rumahku. Aku juga heran sih. Tumben-tumbennya Kak Tio mengantarkanku pulang dengan mobil Jaguar ini. Asal kau tahu, ia biasanya mengantarku dengan motor sportnya yang besar itu.
            “Kenapa kakak mengendarai mobil ini untuk mengantarku pulang?”
            “Oh. Hmm, aku membawa barang.”katanya. aku menoleh ke jok belakang. Waaaahhhh. Kudapati kotak besar dengan hiasan pita diatasnya. Kotak biru itu sangat indah dengan gambar-gambar beruang yang lucu.
            “Hmm, kotak itu untuk apa kak?”
            Sesaat ia tersenyum dan memandangku. “Kamu akan tahu nanti. Hmm, ingat ya Vanda. Apapun yang aku lakukan nanti, kamu akan selalu jadi adik aku.”
            Benarkah?? Benarkah bahwa apa yang dikatakan Nita disekolah tadi akan terjadi? Aduh, aku jadi gerogi nih. Kau tak tahu arti tatapannya kepadaku yang memendam sebuah rahasia. Sungguh, aku sangat tidak sabar saat ia menembakku dan tidak sabar juga melihat isi dalam kotak itu.
            Kami pun berhenti di depan rumahku. Dengan perlahan aku masuk ke dalam rumah terlebih dahulu. “Kak, aku masuk duluan yah, ganti baju dulu.”tukasku. Kak Tio hanya mengangguk saat ia hendak mengambil kotak biru nan indah itu.
            Aku benar-benar tidak habis pikir. Kak Tio sangat romantis juga ya orangnya. Buktinya, ia rela memberikanku hadiah dengan kotak sebesar itu. Wah, aku sangat gugup sekarang. bagaimana ini? Ingin sekali aku menelpon Nita saat ini juga. Tapi aku tak ingin membuat Kak Tio menungggu.
            Aku pun keluar dari kamar dengan kaos pink dan celana jins selutut dan merapikan rambutku. Mobilnya masih diluar. Untunglah…
            Tapi? Apa-apaan ini? Kulihat Kak Tio tiba-tiba memegang tangan Kak Gina di bangku teras. Ku intip mereka dari dalam rumah. Karena pintu rumah terbuka, aku bisa dengan jelas mendengar perkataan mereka.
            “Jadi, sudah lama kau menyukaiku?”kata Kak Gina.
            “Iya. Aku menyukaimu dari saat kita pertama bertemu. Setiap malam aku selalu memikirkanmu. Dan baru sekarang, aku berani mengatakan kejujuran yang kupendam sejak dulu itu. Mau kah kau menjadi pacarku?”
            Aku menutup mulutku. Air mataku keluar. Aku menangis. Seketika itu aku memasuki kamar dan membanting kuat pintu kamarku. Kenapa Kak Tio? Kenapa?? Kenapa kakak berikan harapan untukku? Kenapa Kak Tio selama ini sangat baik terhadapku? Dan kenapa Kak Tio tega memeperalat aku agar bisa mendekati Kak Gina? Aku tahu, aku sangat kecil jika di banding Kak Gina yang cantik dan dewasa itu. Tapi, apa Kak Tio harus sekejam ini dengan hatiku? Aku menangis lagi.

            Besoknya aku kembali bersekolah dengan lunglai. Kau tahu apa yang terjadi ketika aku selesai menangis? Kak Gina menerima permintaan Kak Tio untuk menjadi pacarnya dan ternyata kotak biru itu berisi boneka beruang berwarna putih dengan bantal hati merah yang bertuliskan “Tio sayang kamu” yang khusus diberikan kepada Kak Gina. Awalnya, ia menanyaiku kenapa mataku sembab. Namun aku tidak menjawab. Aku takut ceritaku tentang perasaanku sebenarnya merusak suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga itu.
            “Ya ampun Vanda ! kenapa kamu gak bilang aja yang sejujurnya sama kakak kamu?”
            “Dia sudah baik sama aku Nit, dia yang nemenin aku pas mama papa kerja. Dia yang menjaga aku. Dia memang pantes dapetin Kak Tio. Dan aku percaya kok, Kak Tio orang yang tepat buatnya…”kataku sambil menghapus deraian air mata yang keluar secara perlahan dari mataku.
            “Tapi apa kamu enggak sakit hati dengan perlakuan Kak Tio yang sudah mempermainkanmu?”
            Aku menggeleng. “Menurutku, Kak Tio gak bermaksud begitu. Ia hanya butuh teman dekat. Dan mungkin ia percaya padaku. Lagian, aku ingat bahwa ia hanya menganggapku adik.”
            Nita menggeleng kepala. “Kamu memang orang baik Nda. Kamu pasti dapetin cowok lebih baik dan lebih perfect dari Kak Tio. Percayalah.”

            Hari ini Kak Tio mengajakku pulang bareng lagi. Walau berat aku untuk menerimanya, tapi ia pacar Kak Gina sekarang. Dan aku juga harus tetap bersikap baik dengannya. Bagaimanapun juga, ia sudah menggapku sebagai adik dan aku harus menghargainya.
            “Dek, kenapa murung gitu mukanya?”sapa Kak Tio ketika aku sampai ditempat parkir.
            Aku menggeleng lesu. “Gak kenapa-kenapa.”
            “Sini, duduk samping kakak.”katanya sambil menarik tanganku ke sebelah tubuhnya dan kamu duduk diatas motornya. Aku masih menunduk lesu. Kak Tio tahu gak sih perasaanku yang hancur ini? Huft.
            Setangkai mawar tiba-tiba muncul dihadapanku. Namun aku masih tak kuat untuk mengangkat wajahku dan melihat siapa yang berdiri dihadapanku. Beberapa menit kemudian, muncul lagi boneka beruang besar yang indah berwarna biru. Seketika itu aku langsung melihat Adi yang muncul dihadapanku. Ia tersenyum sambil menggaruk-garukkan kepalanya.
            “Haha. Avanda, asal kamu tahu ya, selama ini aku deketin kamu cuma pengen tahu, kamu itu seperti apa. Baik atau tidak untuk dijadikan pacar oleh adik tiriku yang satu ini.”
            Aku menoleh kek Kak Tio. ADIK TIRI???
            Sepertinya Kak Tio bisa membaca pikiranku, lalu ia berkata. “Benar Vanda. Adi adik tiri aku. Namun kami sengaja merahasiakannya. Bahkan sahabatmu Nita pun tidak berani untuk mengatakan yang sebenernya sama kamu karena aku selalu mengancamnya.”
            Aku masih ternganga. Ku alihkan pandanganku pada Adi yang sedari tadi berdiri mematung.
            “Hmm, Avanda Nindya Tasya… mau gak kamu jadi… hmm…”
            “Cepet bilang! gue mau ke rumah Vanda nih, ketemu pacar gue.”bentak Kak Tio sambil sedikit tertawa.
            Adi memandangnya dengan kesal. Lalu berkata lagi. “Vanda, mau gak jadi pacar aku? Aku udah lama suka sama kamu. Kamu tahu itu kan? Tapi aku baru berani minta kamu jadi pacar aku sekarang. Eh, sebenernya gak gitu juga sih. Aku mesti dapet persetujuan Kak Tio dulu, baru aku dibolehin nembak kamu. Kamu mau jadi pacar aku gak?”
            Hmm, bagaimana ya? Tapi aku jadi teringat apa yang Nita katakan bahwa aku bakal dapatkan cowok yang lebih baik dari Kak Tio. Dan aku rasa memang Adi orangnya. Dengan senang hati, aku mengambil bunga dan boneka yang sedari tadi dipegangnya itu.
            “Diterima tuh Di! Hahaha, akhirnya adek gue punya pacar juga setelah 16 tahun menjomblo. Hahahaha.” Adi menginjak kaki kakaknya. Kakaknya terdiam merintih kesakitan.  
            “Kamu beneran mau nerima aku Nda?”
            “Kamu gak mau aku terima? Terserah saja…”
            “Eh, tentu dong aku mau. Hmm, kamu pulang sama aku aja deh Nda. Aku gak rela kamu boncengan sama kakak aku.”
            “Hahaha. Baru pacaran aja udah cemburuan gitu. Gue udah punya pacar Di! Heleh heleh.”
            Dan saat itu juga aku tersenyum lega. Pikirkan saja. Jika kau tidak bisa mendapatkan cowok idolamu, kenapa kau harus mengabaikan dan menyia-nyiakan cowok yang selama ini mencintaimu? Bahkan cowok itu lebih baik dari segala cowok yang ada di dunia. Makasih doamu Nita, kau memang sahabat terbaikku!